BALEG MINTA MASUKAN SOSIOLOG TERKAIT UU PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

27-01-2011 / BADAN LEGISLASI

            Badan Legislasi DPR RI meminta masukan-masukan terkait dengan dibahasnya Rancangan Undang-Undang tentang Penanganan Konflik Sosial. RUU ini merupakan usul inisiatif DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional RUU Prioritas 2011.

             Ketua Baleg Ignatius Mulyono mengatakan, konflik sosial akhir-akhir ini sering terjadi bahkan jika dibiarkan konflik ini akan semakin meluas. Dalam hal ini diperlukan adanya regulasi untuk mengatasi maraknya konflik yang timbul di berbagai daerah.  

Pada rapat, Rabu (26/1) yang dihadiri Sosiolog dari Universitas Indonesia Thamrin Amal Tomagola, Hotman Siahaan Sosiolog dari Universitas Airlangga dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Mulyono mengatakan, berbagai masukan dari para sosiolog dan pihak-pihak terkait lainnya ini sangat bermanfaat untuk dapat menghasilkan sebuah UU yang dapat mengakomodir seluruh kepentingan masyarakat.

Karena, kata Mulyono, UU ini baru pertama kalinya dibahas di DPR dan jika sudah disahkan akan menjadi sejarah baru dalam regulasi penanganan konflik.

            Pengurus Pusat AMAN Abdon Nababan mengatakan, konflik-konflik yang dihadapi masyarakat adat seringkali terjadi berkaitan dengan konflik sosial masalah tanah dan konflik yang terkait dengan kelembagaan adat.

            Menurut Abdon, konflik ini tidak bisa ditangani secara sama, penanganannya berbeda-beda, karena kasusnya berlainan. Dan pendekatan yang efektif untuk menangani permasalahan ini adalah dengan pendekatan legislatif yang mendasar.

            Terkait dengan konflik sosial masalah tanah, Abdon mengingatkan ada lebih kurang 25.000 desa berada di kawasan hutan negara. Konflik tanah yang berada di kawasan hutan ini sering kali terjadi dan jika tidak segera ada regulasi yang mengaturnya dikhawatirkan konflik masalah tanah di kawasan hutan ini akan semakin meluas.

            Sementara sosiolog Thamrin mengusulkan nama UU Penanganan Konflik Sosial lebih tepat diganti dengan Pengelolaan Konflik Sosial. Kelola di sini dalam arti kita menjaga dari awal, mengembalikan keseimbangan yang terganggu.

            Pengelolaan ini menurut Thamrin ada lima tahapan, yaitu pemetaan komprehensif suatu daerah. Dalam hal ini, Walikota harus memiliki peta komprehensif daerahnya dan sebaiknya peta ini dibuat oleh universitas setempat yang betul-betul mengenal daerahnya.

            Peta ini sangat berguna  membantu aparat menangani konflik, karena aparat dipandu dari peta mengetahui kondisi daerah-daerah tersebut. “Bagaimana aparat dapat segera menangani konflik itu jika dia tidak tahu daerah mana saja tempat bermukimnya kelompok tertentu,” katanya.

            Tahap berikutnya, perlunya membangun sistem perencanaan dini kemasyarakatan. Sistem ini dipakai sebagai alat monitoring terus menerus dari waktu ke waktu. Tahap berikutnya Public Policy Intervention, adanya peran sentral masyarakat dan proses rekonsiliasi.

            Sementara Institut Titian Perdamaian (ITP) mengkritisi definisi RUU tersebut tidak membuat kategori dimensi dan skala dari jenis konflik yang ada sehingga proses penyelesaian dan penanganan disamaratakan.

            Definisi Pasca konflik juga menyiratkan konflik adalah buruk, bukan sebagai peluang untuk transformasi dan tidak menyentuh faktor-faktor struktural (penyebab konflik relapse)

            Dalam hal peran serta masyarakat, tidak memaksimalkan fungsi masyarakat (peran adat/pranata adat) dalam kondisi pasca konflik dari pencegahan.

            Dia mengusulkan perlu adanya kategorisasi terhadap konflik sehingga penanganan harus disesuaikan dengan jenis dan skala konflik. (tt)

BERITA TERKAIT
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...
RUU Minerba Jadi Perdebatan, Baleg Tegaskan Pentingnya Mitigasi Risiko
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Deputi Eksternal Eksekutif Nasional WALHI, Mukri Friatna, menyatakan penolakan terhadap wacana perguruan tinggi diberikan hak mengelola tambang...